Jumat, 27 Juni 2014

Hikmah dan Manfaat Puasa

Puasa memiliki sejumlah hikmah atau manfaat, ditinjau dari aspek kejiwaan, sosial, kesehatan dan aspek-aspek lain. Al-Qur’an dan Hadits menjelaskan secara menyeluruh hikmah dan manfaat puasa tersebut, di antaranya : Puasa mempunyai kedudukan khusus di sisi Allah: Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: صيام 􀑧 آُلُّ عَمَلِ ا بْنِ آ دَمَ لَهُ، ا لْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إلى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، يقو لُ ا للهُ عَزَّ وَجَلَّ: إلاَّ ال دَ 􀑧 ةٌ عِنْ 􀑧 انِ فَرْحَ 􀑧 صَّائِمِ فَرْحَتَ 􀑧 ى، لِل 􀑧 نْ أَجْلِ 􀑧 رَابَهُ مِ 􀑧 هُ وَشَ 􀑧 هْوَتَهُ وَطَعَامَ 􀑧 رَكَ شَ 􀑧 هِ، تَ 􀑧 زِى بِ 􀑧 ا أَجْ 􀑧 فَإنَّهُ لِى وأن فِطْرِهِ وفرحةٌ عند لِقَاءِ رَبِّهِ، وَلَخُلُوْفُ فَمِّ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عند اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسك “Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat, – Allah Ta’ala berfirman: “ kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. (Dalam puasa, anak Adam) meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.” Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kasturi.” (HR Bukhari dan Muslim) Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: ال 􀑧 اً يق 􀑧 ة باب 􀑧 وعن سهل بن سعد رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال: (إن في الجن صائمون ؟ 􀑧 ن ال 􀑧 ال : أي 􀑧 رهم، يق 􀑧 د غي 􀑧 ه أح 􀑧 دخل من 􀑧 له الريان يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا ي فيقومون لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد) مُتَّفّقٌ عَلَيهِ Dari Sahl bin Sa’d RA bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya di surga ada satu pintu yang disebut Ar-Royyan. Itulah pintu yang pada hari kiamat dikhususkan bagi orang-orang yang puasa. Tak ada satu pun orang lain masuk dari pintu itu. Ketika itu berkumandang seruan: “Mana orang-orang yang puasa?” Maka mereka pun bangkit (untuk masuk dari pintu itu). Tak ada satu pun orang lain yang menyertai mereka. Apabila mereka sudah masuk, pintu itu ditutup. Jadi tak ada satu pun orang lain yang masuk dari pintu itu. (HR Bukhari dan Muslim). Orang yang puasa mendapat ampunan: Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، Barang siapa melakukan puasa Ramadhan semata-mata karena keimanan dan mencari ganjaran, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim) Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: الصلوات الخمس والجمعة إلى الجمعة ورمضان إلى رمضان مكفرات ما بينهن إذا اجتنبت الكبائر – رواه مسلم “Shalat lima waktu, ibadah Jum’at hingga Jum’at berikutnya, ibadah Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa yang terjadi di antara waktu-waktu itu asalkan dosa-dosa besar dihindari.” (HR Muslim). Puasa adalah perisai. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: الصَّوْمُ جُنَّةٌ – رواه الترمذي Puasa adalah perisai (yang melindungi pelakunya dari keburukan)

Senin, 09 Juni 2014

RAHASIA DIBALIK UJIAN

Terkadang, kita mengeluh atas ketetapan yang sudah Allah berikan pada. Ketika apa yang kita harapkan tak pernah menjadi kenyataan, ketika hidup tak berubah-ubah. Padahal katanya, bumi itu berputar. Tapi, mengapa posisi kita selalu saja berada di bawah? Ketika ujian terus-menerus menerpa? Sampai-sampai kita menghakimi Allah atas cobaan yang tak mampu kita hadapi. Hingga akhirnya berputus asa. Na’udzubillah. Padahal, saat kita menengok ke bawah, ternyata ujian hidup yang kita alami tidak lebih berat dari apa yang orang lain hadapi. Hanya saja, kita yang terlalu banyak mengeluh. Seolah-olah kitalah orang yang paling berat ujiannya. Bahkan, hingga kita lupa untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, tanpa kita meminta sekalipun. Tidak ingatkah kita dengan firman-Nya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. al-Baqarah[2]:286) Ternyata, orang yang selama ini kita lihat begitu ceria, seolah hidupnya tanpa beban, justru memiliki masalah yang berat, yang jauh lebih besar dari apa yang kita alami. Lantas, bagaimana ia bisa tetap tegar menghadapi semuanya? Karena ia selalu tersenyum seraya mensyukuri apa yang telah Allah berikan padanya. Setidaknya, ia merasa masih lebih beruntung, seperti kisah di bawah ini. Hari ini adalah pengumuman kelulusan UN SMA. Semua anak kelas 3 SMA menanti dengan sabar, berharap diberikan yang terbaik. Surat kelulusan itu dikirimkan via pos. Matahari sudah terbit sejak pukul 6 pagi. Ketika mengecek Facebook (FB)sudah banyak teman-teman yang update status, dari yang sedang menanti pak pos hingga yang mengucapkan ribuan terimakasih karena sudah diberi kelulusan. Tapi ternyata, ada beberapa anak yang kurang beruntung. Mereka dinyatakan tidak lulus UN. Beragam ekspresi mereka tunjukkan, dari yang awalnya tidak berhenti-berhenti untuk update status di FB langsung menghilang dan tidak bisa dihubungi sama sekali, yang langsung menangis gak jelas, gak mau keluar rumah karena malu, bahkan ada yang masih bisa tersenyum. Bagaimana bisa? Padahal, dilihat dari latar belakangnya, tidak semua anak yang tidak lulus itu bodoh. Karena tidak ada manusia yang bodoh di muka bumi ini, yang ada hanya manusia malas. Memang, ada beberapa yang menyontek. Sehingga mungkin terkena karma dari teman yang merasa dizhalimi. Yang sudah belajar mati-matian, tapi hanya bisa mendapatkan nilai pas-pasan. Sedangkan yang menyontek bisa mendapat nilai besar. Namun, memang ada satu mata pelajaran yang ia terkecoh kunci jawabannya. Alhasil, Kun Fayakun, tidak lulus. Selanjutnya, yang memang ketika dilaksanakan UN kondisi jiwanya sedang tidak stabil, akibat ujian hidup yang harus diterimanya, orang tua yang hanya tinggal satu-satunya dipanggil Ilahi. Sehingga, apa yang ada dalam pikirannya sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Meskipun, di mata pelajaran lainnya, sebelum kejadian itu, ia masih bisa mendapatkan nilai yang cukup memuaskan. Yang lainnya bahkan ada yang sudah diterima di Perguruan Tinggi. Ketika mendapat kabar ini, dia bagaikan disambar petir. Bagaimana bisa? Reaksinya benar-benar tidak diduga, bahkan oleh teman-temannya sendiri. Ketika ditelpon ia marah-marah tidak jelas, ia merasa sudah gagal. Padahal, saat itu masih ada UN ulang yang tentu saja bisa memperbaiki nilai yang masih kurang. Bahkan, ketika ditemui di rumahnya, ia sama sekali tidak mau bertemu siapapun dan memutuskan untuk menyendiri dulu. Ya, rata-rata reaksinya sama. Kaget. Merasa dunia sudah berakhir. Merasa sudah tidak ada harapan lagi. Merasa hidupnya sia-sia. Mungkin, ini memang suatu bentuk ketidakadilan di negeri kita tercinta ini. Apalagi untuk teman-teman yang senantiasa menjunjung tinggi kejujuran. Tapi, bukan ini yang akan kita kaji, melainkan reaksi yang tidak disangka-sangka oleh teman lainnya. Dia dan temannya memang awalnya sudah berjanji untuk tidak menyontek, apapun yang terjadi. Bahkan ketika surat ketidaklulusannya sampai ditangannya, ia tidak pernah menyesal akan keputusannya itu. Padahal, ketika UN sedang berlangsung, semua teman-temannya dengan sukarela menawarkan memberi kunci jawaban. Tapi, ia hanya tersenyum. Ia sudah berjanji, tekadnya sudah bulat. Memang, malam sebelum pengumuman kelulusan itu, ia menangis. Tangisannya meledak, entah kenapa, ia pun tidak tahu. Itu hanya muncul secara tiba-tiba. Mungkin karena ia telah membayangkan resiko terburuk yang akan diterimanya. Namun dalam tangisannya itu, ia tetap tidak menyesal. Karena baginya yang penting Allah selalu bersamanya. Allahtahu yang terbaik untuknya. Sehingga, di ujung tangisannya ia tersenyum. Ia katakan pada dirinya, Allah telah menyiapkan skenario terbaik untuknya. Ajaibnya, hari-hari berikutnya ia tak pernah menangis. Ya, sejak surat itu ada di tangannya sampai ia dinyatakan diterima di Pergutuan Tinggi idamannya melalui jalur SNMPTN. Dimana teman-temannya yang lulus banyak yang gagal dalam SNMPTN. Skenario Allah memang indah. Karena Allah Mahatahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Ia bahkan menjadi penguat bagi teman-temannya yang juga tidak lulus. Setelah surat itu ada di tangannya, ia berlari ke kamarnya. Berdiri di depan cermin, lalu tersenyum pada dirinya sendiri. Aku sudah siap. Begitu katanya pada diri sendiri. Detik berikutnya, sms-sms berdatangan dan bertanya, lulus? Ia hanya membalas, Alhamdulillah. Sampai akhirnya ada yang menelponnya dan menangis ingin bunuh diri karena tidak lulus. Lalu dengan santainya ia berkata, “Aku juga gak lulus, kok.” Temannya bingung. Sampai bertanya berkali-kali. Dia menjawab, “Serius.” Lalu mengalirlah kalimat-kalimat motivasi. Hingga temannya mengatakan terimakasih dan berjanji untuk memperbaikinya bersama-sama. Bagaimana bisa seseorang yang sedang ditimpa ujian tersenyum dengan santainya bahkan bisa membantu temannya yang lain untuk sama-sama bangkit dari kegagalan? Itu karena, ia tahu Allah akan memberikan yang terbaik untuknya. Ia tahu, ketika sebuah keputusan dibuat, Allah akan menguji sejauh mana komitmennya terhadap keputusan itu. Ketika ia memutuskan untuk tidak menyontek, Allah justru memberinya kegagalan. Sehingga teman-temannya yang dulunya menawari contekan mencibirnya dan mengatakan, “Aku juga dulu bilang apa?” Tapi ia tetap tersenyum. Dan senyumannya itulah yang membuat guru-gurunya salut dan memberinya acungan jempol. Karena ketika sedang belajar privat tidak ada satupun yang menampakkan batang hidungnya untuk belajar kembali. Hingga akhirnya, para guru memintanya untuk membujuk teman-temannya. Berhasi,l meskipun tidak semua mau hadir. Dia pun dijadikan contoh untuk para juniornya oleh wali kelasnya atas ketegarannya itu. Akhirnya, ia mendapatkan janji Allah tersebut. Ia lulus SNMPTN. Pilihan pertama di Perrguruan Tinggi idamannya. Orang tuanya pun tak percaya. Apalagi, ketika itu, tak banyak yang lulus SNMPTN. Sehingga pada awalnya, ia tidak terlalu banyak berharap. Ia benar-benar hanya memasrahkan semuanya pada Allah. Karena ia tahu, Allah Mahatahu yang Terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Tidak hanya itu, motivasi yang ia berikan pada temannya yang senasib dengannya berbuah manis. Temannya pun diterima di PT idamannya. Meskipun selang satu tahun dari kelulusannya. Dan yang lainnya bisa termotivasi untuk memperbaiki nilai dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Itulah, ketika kita tersenyum atas masalah yang sedang dihadapi, tidak hanya diri kita sendiri yang menjadi tenang, tapi orang di sekitar pun akan merasakan dampaknya. Padahal, apa yang sebenarnya ia rasakan benar-benar berat. Ia tidak lulus UN. Sedangkan orang tuanya merupakan sarjana dari PT ternama di Indonesia. Belum lagi cibiran dari teman-teman yang menganggapnya sok suci. Atau dari orang-orang sekitarnya, karena bisa dibilang, ia adalah orang yang cukup populer di lingkungannya. Tapi ia bisa, sama sekali tak terlintas dalam pikirannya untuk menyesali diri, apalagi untuk mengakhiri hidupnya. Hikmah yang didapatkannya pun masih bisa terasa sampai sekarang, sampai ia sudah hampir-hampir menjadi orang. Hikmah tentang cita-citanya, bahwa ia punya potensi. Potensi di tempat lain, bukan di mata pelajaran yang menjerumuskannya. Hikmah tentang mengelola emosi. Sehingga akhirnya hidupnya terasa lebih indah dan dia benar-benar sedang menaiki tangga kesuksesannya. Jadi, masihkah kita menyesali takdir Allah? Lantas kalau orang lain bisa kenapa kita tidak? Apalagi, Allah sudah berjanji bahwa kita tidak akan diberi ujian melebihi batas kesanggupan kita. Ingatlah, ketika kita sedang ditimpa musibah, diberi ujian, Allah sudah menyiapkan skenario terbaiknya, akan ada hadiah besar yang menanti kita. Karena, Allah Mahatahu yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/06/06/52692/rahasia-di-balik-ujian/#ixzz34DNWNPO6 Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

MUDA HEBAT, TUA BERMANFAAT

Muda adalah sebuah kata yang menyifati setiap orang. Seseorang terlahir ke dunia berbekal sifat tersebut. Sifat muda itu diasah, diasih dan diasuh sampai matang. Matang adalah sifat ketuaan pada seseorang. Seseorang yang masih muda dinamakan pemuda. Pada mulanya, ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Akan tetapi menjadi “pemudi” bagi perempuan gunamempermudah bersosialisasi. Namun, perubahan tersebut tidak berhubungan dengan status sosial dan peran perempuan itu sendiri. Muda dan matang pun berlaku pada buah-buahan. Buah-buahan dikatakan muda dapat dilihat dari ciri-cirinya. Seperti buah mangga yang hijau banyak dikatakan buah mangga muda. Dapat diketahui dari rasanya yang masam dan kesat. Hal ini berdasarkan kerangka induksi saja. Karena tidak sedikit buah-buahan yang berwarna hijau tapi sudah matang. Pertumbuhan dan perkembangan terlihat jelas pada masa muda. Pencarian sesuatu banyak dijadwalkan pada masa ini. Mencari ilmu, identitas, jati diri termasuk perkenalan cinta. Bergaul ke sana ke mari. Belajar di berbagai tempat. Mengaji ke berbagai guru. Bahkan sampai memiliki banyak pacar, yang pada remaja dikenal dengan istilah play boy or girl. Seiring bergulirnyawaktu, pastilah banyak hal-hal yang dirasakan dan ditemui oleh seseorang. Semakin menjauh pula ia dari titik awal perjalanan hidupnya. Banyak tantangan dan rintangan yang dilaluinya. Manis, asam dan asin kehidupan sudah pernah dikecap. Hal-hal yang disebutkan di atas merupakan proses seseorang menuju kematangan yang pada buah-buahan dicirikan dengan warna merah dan berasa manis. Merah pada buah-buahan dikarenakan terlalu lamanya ia bergelantung di tangkai dengan berbagai proses yang dilaluinya. Tersengat terik matahari, terguyur hujan dan terpaan angin. Semua itu diserap dan dicerna dalam waktu yang relatif lama sampai menghasilkan rasa, bentuk, warna, kualitas dan kenikmatan yang menggiurkan. Setelah itu,mulailah tangkai melepaskan pengeratnya dari buah-buahan itu hingga jatuh. Kita memungut buah-buah itu dengan rasa senang. Tidak perlu lagi kita mengarbitnya, karena sudah matang dari tangkainya. Rasanya begitu nikmat. Berbeda halnya dengan buah yang masih mentah yang jatuh sebelum waktunya. Kita pun kadang tidak berminat memakannya. Meskipun dibungkus dan dikarbit, rasanya tidak akan seenak dan senikmat buah yang sudah masak dari tangkainya. Kualitas dari buah-buahan itu bergantung pada perawatan pohon dan lingkungan itu sendiri. Pohon dan lingkungan yang baik dan sehat dapat mempercepat perkembangan dan kematangan buah-buahan tersebut. Begitupun dengan manusia. Pertama dilahirkan dalam keadaan mentah. Belum bisa berbuat apa-apa. Jangankan disuruh bekerja, hari-harinya selalu dalam pangkuan ibu. Oleh karena itu, orang tua harus merawat dan mendidik dengan sebaik-baiknya. Karena lingkungan kelurga adalah tangkai. Masyarakat adalah pohonnya dan anak adalah buahnya. Karakter anak pada usia muda dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Lingkungan yang baik dapat membentuk mentalitas yang baik. Usia muda pada manusia ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya fisik, psikis, akal dan pola pikir yang signifikan. Ini merupakan proses peralihan menuju masa tua, yaitu masa kematangan. Pada saat inilah munculnya tantangan-tantangan. Semakin tinggi pohon semakin deras angin menerpa. Bisa dengan begitu saja membuat seseorang terpental layaknya buah diterpa angin kencang. Tersengat matahari dan terguyur hujan. Baik hujan musibah maupun panasnya cacian dan hinaan. Ketika pemuda mampu menaklukan semua rintangan dengan jiwa yang terdidik, pikiran yang jernih, dan hati yang mapan, maka sudah dapatlah ia dikatakan hebat. Bermandikankeringat dan kasat pengalaman itulah yang sedikit demi sedikit akan mengikis kasat dan masamnya masa muda yang mentah. Mengganti dengan manisnya ilmu pengetahuan, pendidikan dan pengalaman. Pada saat inilah seseorang mencapai tingkat kebijaksanaan. Tingkah laku, perkataan, sikap, tindakan dan hatinya sudah dapat dikelola dengan rapih. Dengan begitu, mau atau tidak, ia akan dimuliakan oleh orang lain tanpa meminta dan memaksa. Seperti halnya buah matang yang jatuh dari tangkainya. Seorang yang bijaksana akan dipungut, lalu dinikmati. Baik keilmuan, pengalaman, sikap yang baik dan lain-lain. Pemungutan itu bukanlah bentuk penghinaan yang menjatuhkan. Melainkan merasa diri membutuhkan hal tersebut. Manusia yang sudah matang akan jatuh sendirinya pada suatu kaum. Ia memberikan manfaat dan kaum tersebut akan menerimanya dengan senang hati. Seorang ulama yang berpengaruh pada zamannya, empat abad terakhir, bahkan sampai saat ini. Ia juga seorang hujjatul Islam, adalah Imam Ghazali. Dalam karya magnum opusnya, Ihya Ulumuddin, ia berkata, “Sebaik-baiknya pemuda adalah pemuda yang menyerupai orang tua di antara kalian, dan sejelek-jeleknya orang tua adalah orang tua yang menyerupai pemuda di antara kalian.” Pemuda yang baik adalah pemuda yang dapat mengisi waktunya dengan kegiatan layaknya kegiatan orang tua. Tidak berleha-leha, malas-malasan dan lain-lain. Tidak dapat disangkal, kita termasuk pemuda yang kurang bisa memanfaatkan waktu dan peluang. Terlalu banyak waktu bermain daripada belajar, bekerja, membantu orang tua dan kegiatan produktif lainnya. Sementara orang tua yang buruk adalah orang tua yang tidak memanfaatkan masa mudanya dengan baik. Oleh karena itu, masa muda patut kita jaga dan memanfaatkannya dengan melakukan hal-hal positif dan produktif. Muda hebat karena ketangguhannya menaklukkan tantangan dan godaan. Menjelang tua akan memetik hasil dan menuai manfaat dari jerih payah masa muda. Dengan begitu, kita menjadi manusia yang pada masa muda hebat dan tua bermanfaat. Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/06/10/52904/muda-hebat-tua-bermanfaat/#ixzz34DMV53fo Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Kamis, 05 Juni 2014

Desa Dapat Kucuran Rp1 Miliar

VIVAnews - Wakil Presiden Boediono meminta kepada pemerintah daerah untuk mempersiapkan diri membangun struktur yang baik sebelum Undang-Undang Desa diterapkan pada 2015. Sebab, pemerintah pusat akan menggelontorkan dana yang jumlahnya sebesar Rp1 miliar setiap desa. "Pelaku-pelaku di desa harus disiapkan, kalau tidak nanti mubazir. Uang banyak tetapi tidak dikelola dengan baik, maka akan terjadi musibah bagi pengelola dan desa," kata Boediono di Hotel Sahid Jakarta, Kamis 5 Juni 2014. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat ini masih mempersiapkan Peraturan Pemerintah untuk UU Desa yang sudah disahkan. Jika PP itu sudah diterbitkan, uang Rp1 miliar itu akan mengalir ke desa. Karenanya, menurut Boediono, sistemnya harus dibuat sedemikian rupa agar uang yang mengalir ke desa tidak mubazir. "Uang yang ke desa jangan menimbulkan banyak masalah. Jangan sampai sistem belum siap banyak uang malah tidak dapat selesaikan masalah," katanya. Selain dana Rp1 miliar, desa juga akan mendapat dana dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, sehingga uang yang mengalir akan lebih besar. Namun, PNPM sudah terintegrasi dengan UU Desa, sehingga UU itu bisa menjadi rambu-rambu. Gamawan mengharapkan, dengan adanya PNPM dan UU Desa, partisipasi dan aspek pemberdayaan masyarakat jelas terlihat. "Jangan sistem pembangunan dan pelaksanaannya di desa terlalu banyak birokrasinya, sehingga terlalu sempit ruang partisipasi masyarakat," katanya. (art)

Memaknai Sepenuh Hati Hari Kebangkitan Nasional

Pada 20 Mei 2014 lalu merupakan hari kebangkitan nasional yang diperingati oleh bangsa Indonesia. Dengan hari kebangkitan nasional tersebut, bagaimana kita memaknai Kebangkitan Nasional Indonesia 2014?. Tentu kita harus tetap semangat membangun nasionalisme agar menjadi bangsa yang maju, berdaya saing, bermartabat, mandiri, dan sejahtera.Marilah dengan semangat kebangkitan nasional ini kita bahu membahu, dan bersatu bekerja demi kemajuan dan martabat bangsa. Marilah kita gelorakan semangat nasionalisme melalui empat Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Tidak ada jaminan bagi sebuah bangsa dan negara untuk bertahan secara kekal tanpa adanya kebulatan tekad dari seluruh masyarakat dan bangsanya untuk mempertahankan sendiri negara dan bangsanyaNegara Indonesia terdiri dari hampir 13 ribu pulau, ratusan bahasa dan suku bangsa sehingga sangat rentan terjadinya perpecahan jika tanpa ada kemauan dan tingginya rasa nasionalisme yang dimiliki oleh masyarakatnya, niscaya akan mengalami kehancuran. Sedikit saja gesekan yang terjadi dalam masyarakat maka akan berakibat fatal. Sering kita saksikan melalui media massa beberapa peristiwa yang mencabik-cabik rasa nasionalisme kebangsaan. Perang antarsuku, pemberontakan, tawuran warga dan lain-lain yang dapat menjadi pemicu disintegrasi bangsa. Untuk itu, peran media lokal sangat penting dalam memberikan pembelajaran kepada masyarakat tentang wawasan kebangsaan. Media harus indepeden, berkarakter dan jujur dalam memberikan informasi kepada masyarakat serta mampu mengajak dan menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air kepada generasi muda dengan memberikan liputan yang berimbang dan objektif untuk mendorong pemahaman wawasan kebangsaan. Sehingga muncul rasa “kebangkitan nasional” dalam generasi muda untuk berusaha belajar, meraih prestasi, dan kemudian berkarya untuk mengisi pembangunan bangsa. Kita menyadari bahwa rasa kebangsaan dan nasionalisme yang terangkum dalam wawasan kebangsaan sudah semakin luntur didalam masyarakat, akibat kemajuan teknologi melalui media massa yang tanpa disadari telah memasukkan budaya yang tidak sesuai dengan kultur bangsa.Salah satu hal yang bisa menumbuhkan rasa kebangsaan adalah “Kebangkitan Nasional”, bangkit dari keterpurukan, bangkit dari ketertinggalan, bangkit dari ketidakadilan, bangkit dari kemiskinan dan kebodohan. Renungan singkat ini merupakan sebuah refleksi dan pemikiran kebangsaan bagi rakyat Indonesia pada umumnya dan pemimpin negeri ini pada khususnya untuk melakukan konsolidasi dalam menghadapi persoalan-persoalan kebangsaan. Revitalisasi seluruh nilai-nilai Kebangkitan Nasional yang terkristalisasi dalam kemeredekaan Indonesia pada dasarnya menganjurkan soliditas kebangsaan sebagai panduan yang harus segera diwujudkan dalam tata kelola ekonomi, politik, sosial, dan budaya demi mencapai Indonesia yang adil dan makmur.Wawasan kebangsaan harus ditumbuhkan mengingat sejarah bangsa dan sebagai generasi muda harus mengingat jerih payah dan keringat serta darah para pendiri negara, dengan demikian harus kita implimentasikan untuk mencintai bangsa dan negara. Tumbuhkan rasa ikatan yang kokoh dalam satu kesatuan dan kebersamaan sesama anggota masyarakat tanpa membedakan suku bangsa agama, ras, adat istiadat dan golongan, karena dengan mengingat sejarah, kita dapat memetik nilai-nilai karakter bangsa sehingga dapat untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air dan wawasan kebangsaan. Oleh karena itu, pembangunan bangsa melalui dasar Pancasila itu sangat tepat, karena akan melahirkan penerus yang juga memiliki dan memberikan sesuatu yang bermakna untuk Indonesia. “Korek api memiliki kepala tetapi tidak memiliki otak, karenanya setiap kali terjadi gesekan kecil, korek api itu langsung terbakar. Kita memiliki kepala dan otak, maka dari itu janganlah kita bereaksi seperti korek api, namun tersenyumlah semua akan berlalu dan ingatlah kemarahan dapat berkembang menjadi bahaya untuk itu berpikirlah, kemudian tanggapi jangan bereaksi”. @VIVAFORUM

Senin, 02 Juni 2014

MEMBINA RUMAH TANGGA IDAMAN

Membina Rumah Tangga Idaman dakwatuna.com – Untuk mengawali tulisan ini, penulis ingin mengemukakan pengakuan seorang istri yang menulis sebuah Buku ‘Ala al-Jisr (di atas jembatan). Buku ini ditulis sebagai bukti kecintaannya kepada suaminya, Amin Khuli . inilah sebagian cuplikan itu… ” Tampak pada diri kita, bagi kita dan bersama kita, tanda-tanda Allah yang maha besar. Dia yang telah menciptakan kita dari jiwa yang satu. Kita dulu adalah satu yang tak terbilang, kesatuan yang tak bisa dibagi-bagi. Kisah perjalanan adalah legenda zaman, belum pernah dunia mendengarnya dan tidak mungkin terulang lagi sampai sang waktu akan berakhir punah. Dr. Aisyah abd. al-Rahman/Bint al-Syati’ Sepanjang sejarah manusia, laki-laki dan perempuan saling membutuhkan satu sama lainnya, bahkan bagi nabi Adam, surga pun terasa kurang lengkap tanpa seorang pendamping (Hawa). Perempuan adalah permata yang memancarkan aura kekuatan yang akan membuat laki-laki menjadi super, dari malas menjadi semangat, dari lemah menjadi kuat, dan dari harapan menjadi kenyataan. Perempuan juga membuat hati yang kasar menjadi lembut, tangis menjadi tawa, dan sebaliknya bisa membuat laki-laki menjadi sosok yang kejam dan menakutkan. Fakta sejarah membuktikan bahwa dalam setiap kesuksesan orang besar, di belakangnya seringkali ada sosok perempuan yang selalu mensupportnya. Dan juga sebaliknya, sejarah pertumpahan darah sering kali terjadi demi memperebutkan seorang perempuan. Qabil adalah actor pertama dalam sejarah pembunuhan manusia yang dilakukan pada saudaranya sendiri Habil, demi sosok perempuan yang bernama Iqlima. Demikianlah sunnatullah bahwa yang namanya laki-laki membutuhkan perempuan, dan sebaliknya perempuan juga membutuhkan sosok laki-laki, yang akan melindunginya, menjadi imam dalam menempuh perjalanan hidupnya, dan menjadi pembela dalam setiap desah nafasnya. Di sinilah dibutuhkan tali sebagai penghubung yang akan mengikat antar keduanya, membangun bersama rumah surgawi, dan mencetak generasi-generasi Islami. Itulah pernikahan. Untuk mewujudkan semua itu, kita harus merumuskan siapakah sosok ideal yang akan menjadi pendamping hidup kita, sehingga kita dan pasangan kita akan merasa menjadi manusia yang paling bahagia. Dan mungkin kelak akan menjadi kenangan indah yang takkan pernah terlupakan sepanjang masa seperti kokohnya Tajmahal yang menjadi lambang kecintaan suami pada istri tercintanya, mumtaz. Inilah contoh-contoh untuk membangun ” Baiti Jannati” rumahku adalah surgaku… Alangkah indahnya punya sosok istri seperti Siti Khadijah, istri yang membuat nabi selalu ingat sepanjang masa, istri yang selalu ada dalam bahagia maupun duka, menghiburnya saat beliau bersedih, dan menjadi tempat curahan keluh-kesahnya. Sosok istri yang posisinya tak tergantikan sehingga nabi sulit melupakannya, bahkan sampai tiga atau empat tahun setelah kewafatannya baru nabi mencari penggantinya. nabi pernah berkata pada Siti Aisyah “Allah tidak mengganti Khadijah dengan yang lebih baik, dia percaya padaku saat semua orang tidak mempercayaiku, dia membenarkan aku saat semua manusia mendustakanku, berbagi harta denganku saat semua orang mengharamkan padaku. Dan Allah memberikan keturunan darinya dimana Allah mengharamkan dari yang lainnya. Alangkah bahagianya seorang istri yang mempunyai sosok suami seperti Rasulullah, suami yang memanggil Siti Aisyah dengan sebutan “Ya Humaira’”, suami yang bila istrinya keluar rumah digandeng dan dihantar sampai ke atas kendaraan, sosok suami yang membuat Siti Aisyah menangis terharu saat melihat suaminya tertidur di depan pintu, saat itu nabi kemalaman datang berkunjung ke rumah Siti Aisyah. Paginya Siti Aisyah minta maaf, tapi apa jawaban nabi, tidak Aisyah, aku yang salah, aku terlalu malam datang ke sini. Alangkah beruntungnya suami yang mempunyai istri seperti Siti Hajar yang rela di tinggal suami di sebuah lembah yang tak berpenghuni dalam keadaan menyusui karena demi sebuah perintah. Atau seperti istrinya Umar bin Abdul Aziz yang rela meninggalkan harta perhiasannya dan memilih ikut bersama suaminya. Dan masih banyak contoh-contoh sosok suami-istri yang membangun rumah tangganya bak taman surgawi. Namun alangkah malangnya suami-Istri yang tidak bisa saling membahagiakan, tidak bisa saling mengalah, dan tidak bisa saling mengerti. Alangkah malangnya suami jika punya istri yang berkarir hingga pulang larut malam, tidak ada yang menyambut suami ketika datang dari kantor , tidak ada senyum manis sang istri di depan pintu, dan istri sudah tidak sempat lagi membuatkan masakan untuk suaminya. Semuanya pada sibuk, rumah hanya sebagai tempat istirahat dengan segala kelelahan yang dibawa dari tempat kerja masing-masing, rumah hanya menjadi tempat pelampiasan kemarahan, pertengkaran sering mewarnai keseharian, dan ketika di tegur, Istri selalu berdalih emansipasi wanita yang kadang dengan alasan seperti ini istri sering melupakan kewajibannya. Anak-anak kurang mendapatkan kasih sayang, dan suami sudah tidak lagi merindukan senyum sang istri. Apakah keluarga seperti ini yang dirindukan? “ Baiti Jannati” rumahku adalah surgaku bukan untuk diimpikan tapi harus diusahakan. Kebahagiaan tidak datang begitu saja, harus ada upaya dari keduanya. Suami-istri harus bisa merawat, saling melengkapi satu sama lain, dan saling memahami hak dan kewajiban masing-masing sehingga rumah tangga itu bisa tetap utuh. Dengan saling memahami dan berusaha untuk saling memberikan yang terbaik, Insya Allah rumah surgawi akan menjadi kenyataan bukan hanya impian. (hdn) Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/12/10/10248/membina-rumah-tangga-idaman/#ixzz33USrsUkp Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook dakwatuna.com – Untuk mengawali tulisan ini, penulis ingin mengemukakan pengakuan seorang istri yang menulis sebuah Buku ‘Ala al-Jisr (di atas jembatan). Buku ini ditulis sebagai bukti kecintaannya kepada suaminya, Amin Khuli . inilah sebagian cuplikan itu… ” Tampak pada diri kita, bagi kita dan bersama kita, tanda-tanda Allah yang maha besar. Dia yang telah menciptakan kita dari jiwa yang satu. Kita dulu adalah satu yang tak terbilang, kesatuan yang tak bisa dibagi-bagi. Kisah perjalanan adalah legenda zaman, belum pernah dunia mendengarnya dan tidak mungkin terulang lagi sampai sang waktu akan berakhir punah. Dr. Aisyah abd. al-Rahman/Bint al-Syati’ Sepanjang sejarah manusia, laki-laki dan perempuan saling membutuhkan satu sama lainnya, bahkan bagi nabi Adam, surga pun terasa kurang lengkap tanpa seorang pendamping (Hawa). Perempuan adalah permata yang memancarkan aura kekuatan yang akan membuat laki-laki menjadi super, dari malas menjadi semangat, dari lemah menjadi kuat, dan dari harapan menjadi kenyataan. Perempuan juga membuat hati yang kasar menjadi lembut, tangis menjadi tawa, dan sebaliknya bisa membuat laki-laki menjadi sosok yang kejam dan menakutkan. Fakta sejarah membuktikan bahwa dalam setiap kesuksesan orang besar, di belakangnya seringkali ada sosok perempuan yang selalu mensupportnya. Dan juga sebaliknya, sejarah pertumpahan darah sering kali terjadi demi memperebutkan seorang perempuan. Qabil adalah actor pertama dalam sejarah pembunuhan manusia yang dilakukan pada saudaranya sendiri Habil, demi sosok perempuan yang bernama Iqlima. Demikianlah sunnatullah bahwa yang namanya laki-laki membutuhkan perempuan, dan sebaliknya perempuan juga membutuhkan sosok laki-laki, yang akan melindunginya, menjadi imam dalam menempuh perjalanan hidupnya, dan menjadi pembela dalam setiap desah nafasnya. Di sinilah dibutuhkan tali sebagai penghubung yang akan mengikat antar keduanya, membangun bersama rumah surgawi, dan mencetak generasi-generasi Islami. Itulah pernikahan. Untuk mewujudkan semua itu, kita harus merumuskan siapakah sosok ideal yang akan menjadi pendamping hidup kita, sehingga kita dan pasangan kita akan merasa menjadi manusia yang paling bahagia. Dan mungkin kelak akan menjadi kenangan indah yang takkan pernah terlupakan sepanjang masa seperti kokohnya Tajmahal yang menjadi lambang kecintaan suami pada istri tercintanya, mumtaz. Inilah contoh-contoh untuk membangun ” Baiti Jannati” rumahku adalah surgaku… Alangkah indahnya punya sosok istri seperti Siti Khadijah, istri yang membuat nabi selalu ingat sepanjang masa, istri yang selalu ada dalam bahagia maupun duka, menghiburnya saat beliau bersedih, dan menjadi tempat curahan keluh-kesahnya. Sosok istri yang posisinya tak tergantikan sehingga nabi sulit melupakannya, bahkan sampai tiga atau empat tahun setelah kewafatannya baru nabi mencari penggantinya. nabi pernah berkata pada Siti Aisyah “Allah tidak mengganti Khadijah dengan yang lebih baik, dia percaya padaku saat semua orang tidak mempercayaiku, dia membenarkan aku saat semua manusia mendustakanku, berbagi harta denganku saat semua orang mengharamkan padaku. Dan Allah memberikan keturunan darinya dimana Allah mengharamkan dari yang lainnya. Alangkah bahagianya seorang istri yang mempunyai sosok suami seperti Rasulullah, suami yang memanggil Siti Aisyah dengan sebutan “Ya Humaira’”, suami yang bila istrinya keluar rumah digandeng dan dihantar sampai ke atas kendaraan, sosok suami yang membuat Siti Aisyah menangis terharu saat melihat suaminya tertidur di depan pintu, saat itu nabi kemalaman datang berkunjung ke rumah Siti Aisyah. Paginya Siti Aisyah minta maaf, tapi apa jawaban nabi, tidak Aisyah, aku yang salah, aku terlalu malam datang ke sini. Alangkah beruntungnya suami yang mempunyai istri seperti Siti Hajar yang rela di tinggal suami di sebuah lembah yang tak berpenghuni dalam keadaan menyusui karena demi sebuah perintah. Atau seperti istrinya Umar bin Abdul Aziz yang rela meninggalkan harta perhiasannya dan memilih ikut bersama suaminya. Dan masih banyak contoh-contoh sosok suami-istri yang membangun rumah tangganya bak taman surgawi. Namun alangkah malangnya suami-Istri yang tidak bisa saling membahagiakan, tidak bisa saling mengalah, dan tidak bisa saling mengerti. Alangkah malangnya suami jika punya istri yang berkarir hingga pulang larut malam, tidak ada yang menyambut suami ketika datang dari kantor , tidak ada senyum manis sang istri di depan pintu, dan istri sudah tidak sempat lagi membuatkan masakan untuk suaminya. Semuanya pada sibuk, rumah hanya sebagai tempat istirahat dengan segala kelelahan yang dibawa dari tempat kerja masing-masing, rumah hanya menjadi tempat pelampiasan kemarahan, pertengkaran sering mewarnai keseharian, dan ketika di tegur, Istri selalu berdalih emansipasi wanita yang kadang dengan alasan seperti ini istri sering melupakan kewajibannya. Anak-anak kurang mendapatkan kasih sayang, dan suami sudah tidak lagi merindukan senyum sang istri. Apakah keluarga seperti ini yang dirindukan? “ Baiti Jannati” rumahku adalah surgaku bukan untuk diimpikan tapi harus diusahakan. Kebahagiaan tidak datang begitu saja, harus ada upaya dari keduanya. Suami-istri harus bisa merawat, saling melengkapi satu sama lain, dan saling memahami hak dan kewajiban masing-masing sehingga rumah tangga itu bisa tetap utuh. Dengan saling memahami dan berusaha untuk saling memberikan yang terbaik, Insya Allah rumah surgawi akan menjadi kenyataan bukan hanya impian. (hdn) Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/12/10/10248/membina-rumah-tangga-idaman/#ixzz33USrsUkp Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook